JAKARTA, KOMPAS.TV - Wacana Amendemen UUD 1945 bergulir setelah sidang tahunan MPR, 16 Agustus lalu.
Ketua MPR Bambang Soesatyo melontarkan pernyataan soal perlunya pembentukan pokok-pokok haluan negara dalam pembangunan nasional.
Pembentukan PPHN diusulkan menjadi kewenangan MPR sehinga diperlukan amendemen konstitusi.
Ditambah lagi merapatnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke lingkungan istana.
Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi mengatakan bahwa bergabungnya PAN menjadi koalisi pemerintah tidak ada hubungannya dengan amendemen UUD 1945.
Ia juga menegaskan bahwa wacana perubahan amendemen UUD 1945 sulit dilakukan di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Sementara Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan agar masyarakat hati-hati dengan wacana amendemen UUD 45 yang bergulir. Hal ini diasumsikan sebagai membuka kotak pandora.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, mengatakan jika mau mengubah amendemen UUD 45 harus tepat waktunya dan harus ada hitam di atas putih, tidak cukup dengan pernyataan MPR.
Sebelumnya dalam rakernas kedua PAN, Selasa (31/8/2021) kemarin, disetujui jika Partai Amanat Nasional berada di posisi partai koalisi pemerintah. PAN siap menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat terkait sejumlah isu.
Bergabungnya PAN ke partai koalisi pemerintah kini semakin mendominasi parlemen.
Jika ditotal, partai koalisi menguasai 471 kursi atau 81,9 persen dari 575 kursi di DPR.
Sementara total kursi yang dimiliki partai oposisi adalah 104 atau hanya 18,1 persen dari keseluruhan kursi diparlemen.