JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menilai, menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang ( Perppu) adalah salah satu cara yang paling tepat untuk melakukan revisi atau perbaikan kesalahan pengetikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Jadi kalau mau mengubahnya ya ubah melalui Perppu. Presiden ubah melalui Perppu," kata Zainal.
Sedangkan menurut Donny Gahral Adian selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staff Presiden "Saya menampung semua masukan, saya kira disini ada sedikit perbedaan bahwa pemerintah mengatakan ini kesalahan teknikal ada juga yang pihak yang berpendapat ini substansial. Kalau substansial maka harus pihak ke tiga yang memutuskan maka dari itu harus Mahkamah Konstitusi."
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah resmi meneken Undang Undang Cipta Kerja yang memuat 1.187 halaman, Senin 2 November lalu.
Meski sudah ditandatangani presiden, masih ditemukan kesalahan dalam naskah final UU Cipta Kerja.
Penulisan pasal UU Cipta Kerja yang diduga keliru yaitu di pasal 5, pasal 6 dan pasal 175.
Salah satunya sempat viral di media sosial. Yaitu ada di pasal 6 UU Cipta Kerja, yang merujuk ke pasal 5 ayat 1 huruf A. Padahal pasal 5 tidak memiliki satu ayat pun.
Kementerian Sekretariat Negara, melalui Asisten Deputi Humas Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto mengaku ada salah tik dan telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat terkait yang melakukan kesalahan.
"Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada presiden, Kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin,", kata Eddy Cahyono seperti dikutip Kompas.com.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza mahendra menyebut, salah tik dalam UU Cipta Kerja tak berpengaruh pada norma yang diatur di dalamnya.
Untuk memperbaikinya, presiden bisa meminta menterinya rapat dengan DPR untuk memperbaiki salah tik itu.